Selasa, 08 Oktober 2019

Sang Bulshittt




Dahulu Saya sering iri dengan teman-teman ketika orang tua menanyakan nilai rapot, atau hanya sekedar kamu belajar apa disekolah?
Sampai akhir kuliahpun saya berusaha cumluade tapi mereka juga tak tanya soal itu.
Namun saya yakin dan percaya bahwa kebagiaan mereka melihat saya bahagia serta harapan untuk hidup lebih layak dibanding mereka, Saya ingat kata ibu bahwa "kamu sekolah yang tinggi ya biar tak capek seperti ibumu dikebun".

Dari SD saya tak pernah dilarang jika berkegiatan alam bebas, yang penting saya seneng. Ketika SMP saya lebih mengundang ayah saya ke sekolah, ya saya fikir ayah saya lebih gaul lah
, ada2 saja kala itu,maafkan saya bu...

Ketika masuk SMK saya dibuat sakit hati oleh bapak saya, saya mengetahui bahwa dia memberikan yang pelicin ke sekolah agar saya diterima, tidak percayakah dengan kemampuan saya? Saya akan buktikan saya akan sekolah gratis disini bahkan sekolah yang akan membayar saya...
Dari kelas 2 sampai tamat Saya dapat beasiswa mulai dari beasiswa prestasi nasional maupun biasiswa ketika menjabat ketua Osis,di akhir sekolah bahkan masih ada biasiswa yang tidak saya ambil. Lagi-lagi perpisahan kali ini saya tidak mengundang ibu & bapak karena saya sedang marah karena kala itu memaksa membeli baju perpisahan ,padahal saya  ingat betul mereka sedang kesulitan ekonomi. Lebih lagi membuat saya depresi adalah saya tidak diperbolehkan kuliah di Institute Seni Yogyakarta impian dari kecil hingga luar biasa saya nyaris tak mau kuliah lagi... Namun Tuhan mempertemukan dengan psikiater yang menguatkan saya,yang paling saya ingat adalah "tetaplah berkesenian di Bengkulu" dari situ Saya sangat mencintai Bengkulu .

Bimbingan Konseling menjadi jurusan kuliah, dari pada tidak kuliah sama sekali, itung-itung juga pemulihan psikis. di Bimbingan Konseling saya serasa bukan kuliah, namun belajar kehidupan, yah misal lagi praktik Konseling sebenarnya saya cerita kehidupan saya.

Dua tahun berkuliah rasanya masih abstrak, mau ikut kegiatan kampus ormawanya sangat tidak  akhirjelas.Saya nya memilih organisasi ekstra kampus yaitu HMI , kala itu saya di FKIP Unib ya lumayan menurut saya bisa bergaul sama beda kampus, sampai berdirinya HMI dikampusku dimata beberapa orang-orang saya sangatlah memotivasi dan paling keren lah. Hahaha pede sekali, iya dong Ketum Kohati paling keren di Bengkulu.

Di akhir masa-masa di kampus saya tak mengikuti prosesi yudisium ,Saya malah ke Yogyakarta. Bagi saya tidak penting, namun ketika wisuda saya pulang karena ingin melihat kedua orang tua bangga. Sayang sekali hotel yang sempit membuat mereka di luar, melihat anaknya wisuda melalui layar. Sangat disesalkan sampai sekarang.

Semenjak itu saya berkata kepada diri bahwa "SAYA AKAN WISUDA LAGI" orang tua saya harus hikmat melihat anak perempuannya yang bandel ini wisuda lagi....

Sekarang saya hanylah sang Bulshitt , saya berusaha membahagiakan orang banyak namun bagaimana dengan orang tua saya?
Saya tidak mengerti, mereka sudah saya bahagiakan atau belum?
Saya selalu menunjukan kemampuan saya, tapi bagaimana dengan dirumah?
Bulshitttt sekali Saya ini...
Maafkan anakmu ini bapak ibu belum mampu membuat kalian duduk manis minum teh menikmati hujan, menikmati masa tua , disaat rambut kalian yang telah memutih seperti ini masih berusaha keras untuk hidup...
Maafkan anakmu yang Bulshitt ini , memandangmu saja tak tega, entahlah..
Doa selalu menyertaimu bapak ibu..
Maafkan anak perempuanmu


Akan di posting ketika tercapai

8 Oktober 2019

Sabtu, 05 Oktober 2019

Goresan Anakmu Ibu Pertiwi


Oleh M: Alfat Harahap

Hahahaha...
Syair indah itu menjadi multitafsir dikantong pengusa, dengan dompet tebalnya mampu membungkam anjing-anjing jalanan, anjing-anjing berseragam dan anjing-anjing peradilan. Hutan ditebang, dibakar dan disulap menjadi lahan perkebunan. Penguasa tertawa karna keuntungan masuk kedompetnya, Sedang Masyarakat menerima dampaknya. Banjir, tanah longsor dan kekeringan menjadi teror dan kutukan yang menghantui. Anak bayi mati bergelimpangan menghirup asap keserakahan oligarki. Dasar tak punya hati...
Sawah beralih fungsi menjadi perusahaan, kokoh berdiri beton-beton bangunan. Yang subur itu bukan padi dan tanaman, melainkan tembok perumahan dan ruko milik perorangan. Sawah terkikis dinegri agraris, bahan pokok harus mengemis dari negara tetangga. Sungguh ironis...
Gunung kehilangan kegagahannya, hanya menjadi tujuan wisata para milenial untuk berfoto lalu meng-upload di instastory nya. Pohonnya dijadikan kayu balok, batunya menjadi pondasi istana penguasa, tanahnya dikeruk karena menghalangi Emas Hitam/Batu Bara. Gunung terus diperkosa oleh bajingan tanpa rasa cinta kepada lingkungan. Buktinya tak ada upaya reboisasi dan restorasi lahan bekas tambang, dibiarkan rusak dan menjadi derita ibu Pertiwi. Inilah yang terjadi...
Lautan menjadi lumbung sampah para sampah masyarakat, dengan santai dan rasa tanpa bersalah beranggapan itu sudah biasa, telinganya tuli dan otaknya membeku. Tak digubris seruan aktivis, tak tergugah peringatan pemerintah, Dasar kalian semua, SAMPAH  !!!.
Hasil tangkapan berkurang bukan hanya perihal sampah, tapi juga ulah pencuri ilegal nelayan dan kapal-kapal tetangga. Satu upaya yang ku apresiasi dari cucu ibu Pertiwi, dengan tegas dan gagah berani berteriak TENGGELAMKAN  !!!.
Wahai ibu Pertiwi, aku berjanji nanti akan ada anak cucumu yang menghapus air mata itu, ialah semua teman-teman yang kini berada dihadapanku. Kami semua yang akan menjadi Agen of change, pemeran perubahan kearah lebih baik dan mengembalikan makna SIMPANAN KEKAYAAN seperti yang engkau harapkan.

Pantai Bengkulu, 05 Oktober 2019

Surat Izin Mimpi

Untukmu yang masih menjadi rahasia Tuhan namun sudah tertulis di Lauhul Mahfuz Ini adalah mimpiku yang tanpa kudiskusikan kepadamu dahulu. T...