A. Konsep Manajemen
Banyak sekali pengertian
manajemen dan satu pengertian tentang manajemen tidak bisa mewakili pengertian
lain secara universal. Menurut T. Hani Handoko, tidak ada definisi manajemen
yang dapat diterima secara universal. Mary Parker Follet (dalam Tohirin, 2008:
271) mengatakan bahwa manajemen merupakan seni menyelesaikan pekerjaan melalui
orang lain. Menurut Stephen P Robbins dan
Mary Coulter (2004), manajemen adalah proses
pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan, sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efektif dan efisien dan melalui orang lain.
Menurut Stoner (dalam Tohirin,
2008: 272), manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengawasan usaha-usaha anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber
daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Pengertian yang tidak jauh
berbeda dikemukakan oleh Ismail Solihin (2009), manajemen
adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian dari berbagai sumber
daya organisasi untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Definisi
tersebut dapat dijelaskan secara lanjut sebagai berikut:
1. Manajemen
merupakan sebuah proses. Artinya, seluruh kegiatan manajemen
yang dijabarkan ke dalam empat fungsi manajemen dilakukan secara
berkesinambungan dan semuanya bermuara kepada pencapaian tujuan.
2. Pencapaian
tujuan dilakukan melalui serangkaian aktivitas yang dikelompokan ke dalam
fungsi-fungsi manajemen dan mencakup fungsi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.
3. Pencapaian
tujuan dilakukan secara efektif dan efisien. Efektifitas merujuk pada serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Sedangkan efisiensi menunjukan
pencapaian tujuan secara optimal dengan menggunakan sumber daya
yang paling minimal.
4. Pencapaian
tujuan perusahaan dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya organisasi.
Dalam konteks pelayanan Bimbingan dan konseling
Manajemen berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengawasan aktifitas-aktifitas pelayanan Bimbingan dan konseling dan penggunaan
sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan.
B. Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen antara lain: perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing), pelaksanaan (Actuating) dan pengawasan (Controlling).
1. Fungsi perencanaan (planning).
Perencanaan
adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada
suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut
Bintoro Tjokroaminoto (dalam Husaini Usman, 2010: 65) perencanaan adalah proses
mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan dalam
mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan bimbingan dan
konseling yang diinginkan perlu dilakukan perencanaan yang matang. Dalam
bimbingan dan konseling, fungsi ini dilakukan oleh kepala sekolah, koordinator
BK dan guru BK.
2. Fungsi
pengorganisasian (organizing). Menurut Handoko (dalam Husaini Usman, 2010: 146),
pengorganisasian ialah (1) penentuan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan organisasi; (2) proses perancangan dan pengembangan suatu
organisasi yang akan dapat membawa hal-hal tersebut ke arah tujuan; (3)
penugasan tanggung jawab tertentu; (4) pendelegasian wewenang yang diperlukan
individu-individu untuk melaksanakan tugasnya. Koordinator
BK akan mengelompokan dan menentukan kegiatan penting untuk memberikan
kekuasaan kepada orang-orang tertentu (guru pembimbing/wali kelas) untuk
melaksanakan kegiatan itu
3. Fungsi pelaksanaan (actuating).
Pelaksanaan
merupakan tahapan realisasi rencana yang telah disusun sebelumnya dengan
mengacu pada pengorganisasian. Dalam bimbingan dan konseling, program yang
telah disusun hendaknya dilaksanakan dengan kerja sama yang baik antara
pihak-pihak yang terkait.
4. Fungsi pengawasan (controlling).
Pengawasan
merupakan penilaian terhadap pelaksanaan program mulai dari awal perencanaannya
hingga pelaksanaannya. Pengawasan dilakukan
oleh seorang pengawas di bidang BK, kemudian koordinator BK juga menggunakan
administrasi, yaitu: men (sumber daya manusia/personil), material
(bahan-bahan), machines (peralatan, sarana dan prasarana), method
(metode/ layanan), money ( sumber dana) dan market (siswa).
C. Syarat Manajemen
Untuk dapat berhasil dengan
baik proses dari manajemen maka harus ada syarat-syarat manajemen yang harus
dipenuhi, meliputi :
1. Harus ada pembagian
kerja
Mengandung pengertian bahwa suatu pekerjaan itu bila
dibagi sesuai dengan bakat dan kemampuan anggota organisasi akan lebih berhasil
bila dibandingkan dengan tidak adanya pembagian kerja.
2. Kekuasaan dan
pertanggung jawaban
Dalam sebuah organisasi harus ada kejelasan tentang
kekuasaan dan pertanggung jawaban antara masing-masing staf dalam organisasi.
3. Disiplin
Semua lini dalam sebuah organisasi harus mempunyai
disiplin dengan menaati peraturan yang ditetapkan.
4. Kesatuan komando
Kesatuan komando perlu untuk menjaga kesimpang siuran
perintah di dalam organisasi, karena organisasi mempunyai tujuan yang sama.
5. Kesatuan arah
Kesatuan arah diperlukan untuk menghindari
masing-masing anggota mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Perintah hanya datang
dari satu orang saja.
6. Tujuan organisasi
sesuai dengan tujuan anggotanya
Antara tujuan organisasi dan tujuan anggotanya harus
sejalan, karena apabila terdapat perbedaan tujuan maka organisasi akan
mengalami kesulitan.
7. Pemberian upah/gaji
Harus didasarkan pada kebutuhan anggota organisasi dan
keluarganya secara adil.
8. Sentralisasi
Memberikan suatu gambaran bahwa di dalam suatu
organisasi memerlukan suatu pemusatan tanggung jawab untuk menghindari bawahan
tidak dibebani dengan tangung jawab yang lebih besar.
9.
Jenjang jabatan
Urutan-urutan hubungan antara satu kegiatan dengan
kegiatan yang lain harus saling bersambung. Kejelasan hubungan ini perlu untuk
menentukan kearah mana seseorang harus bertanggung jawab dan ke arah jenjang
mana seseorang kelak di promosikan.
10. Keteraturan
Keteraturan diperlukan agar
tidak terjadi kelambatan di dalam proses manajemen.
11. Keadilan
Keadilan diperlukan di dalam segala aspek agar semua
komunikasi yang lancer diantara anggota merasa puas dan bekerja dengan penuh
semangat.
12. Kestabilan di dalam
organisasi
Para anggota harus merasa stabil kedudukannya di dalam
organisasi.
13. Inisiatif
Tanpa inisiatif akan menjurus kepada hal-hal yang
bersifat rutin dan organisasi akan mengalami sebuah kerugian.
14. Semangat korps
Adanya komunikasi yang lancar diantara pimpinan dan
bawahan akan menambah semangat kerja bawahan.
D. Organisasi dan
Personalia
1. Organisasi
James L. Gibson c.s dalam Winardi (2003), menyatakan bahwa “….Organisasi-organisasi merupakan entitas-entitas yang
memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin di
laksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri “
Menurut
Winardi (2003):
Organisasi
adalah merupakan sebuah sistem yang terdiri dari aneka macam elemen atau
subsistem, di antara mana subsistem manusia mungkin merupakan subsistem
terpenting, dan di mana terlihat bahwa masing-masing subsistem saling
berinteraksi dalam upaya mencapai sasaran-sasaran atau tujuan-tujuan organisasi
yang berdangkutan.
Organisasi adalah wadah yang memungkinkan masyarakat dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak dapat
dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri.
Organisasi merupakan suatu unit terkoordinasi yang terdiri setidaknya
dua orang, berfungsi mencapai satu sasaran tertentu atau serangkain sasaran ( Rivai, 2007: 188)
Definisi berikut tentang perorganisasian memberikan
kepada kita sebuah gambaran pendahuluan tentang makna kata tersebut: “…….. Organizing .. the function of
gathering resources, allocating resources, and structuring task to fulfill
organizational plans”(Winardi, 2003:20)
Organisasi pelayanan bimbingan
dan konseling terentang vertikal, dari para pengambil kebijaksanaan yang paling
tinggi sampai pada pelaksana dan pembantu pelaksana yang terbawah, dan secara
horisontal yang mencakup berbagai pihak yang dapat memberikan kemudahan bagi
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling yang mantap dan berkelanjutan.
Menurut Prayitno (1997:49), organisasi yang mencakup unsur-unsur vertikal dan
horizontal dikehendaki berbagai tuntutan:
a) Menyeluruh, yaitu mencakup unsur-unsur
penting, baik vertikal maupun horizontal, sehingga mampu sebesar-besarnya memadukan
berbagai kebijaksanaan dan pelaksanaannya, serta berbagai sumber yang berguna
bagi pelayanan bimbingan dan konseling.
b) Sederhana, sehingga jarak antara penetapan
kebijaksanaan dan upaya pelaksanaannya tidak terlampau panjang. Keputusan dapat
dengan cepat tetapi dengan pertimbangan yang cermat diambil, dan pelaksanaan
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling terhindar dari urusan birokrasi yang
tidak perlu.
c) Luwes dan terbuka, sehingga mudah menerima
masukan dan upaya pengembangan yang berguna bagi pelaksanaan tugas-tugas
organisasi, yang kesemuanya itu bermuara pada kepentingan seluruh peserta
didik.
d) Menjamin berlangsungnya kerja sama, sehingga
semua unsur dapat saling menunjang dan semua upaya serta sumber dapat
dikoordinasikan demi kelancaran dan keberhasilan pelayanan bimbingan dan
konseling untuk kepentingan peserta didik.
e) Menjamin berlangsungnya pengawasan,
penilaian dan upaya tindak lanjut, sehingga perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian program bimbingan dan konseling yang berkualitas dapat terus
dimantapkan.
2.
Personalia
Personalia adalah semua
anggota organisasi yang bekerja untuk keputusan organisasi. Personalia ini di
tangani oleh manajemen agar aktifitas mereka dapat dipertahankan dan semakin
meningkat. Para manajer akan membina mereka berusaha mewujudkan antara hubungan
yang baik menilai dan mempromosikan mereka dan berupaya meningkatkan
kesejahteraan mereka.
Personalia pelaksana bimbingan dan konseling adalah
segenap unsur yang terkait di dalam organisasi bimbingan dan konseling.
Personil utamanya adalah guru pembimbing dan koordinator bimbingan dan
konseling di sekolah. Agar pelayanan bimbingan dan konseling dapat berjalan
dengan baik dan mencapai sasaran secara optimal, maka tiap-tiap pesonil
bimbingan dan konseling perlu memahami dan menyadari tentang peranannya
masing-masing. Prayitno (1997: 51) personil tersebut mencakup:
a)
Personil pada Diknas Propinsi atau Diknas Kabupaten/Kota yang bertugas
melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggaraan pelayanan Bimbingan
dan Konseling di satuan-satuan pendidikan.
b)
Kepala sekolah sebagai penanggung jawab program pendidikan secara menyeluruh
termasuk didalamnya program Bimbingan dan Konseling di satuan pendidikan
masing-masing.
c)
Guru Pembimbing dan guru kelas sebagai petugas utama dan tenaga inti dalam
pelayanan Bimbingan dan Konseling.
d)
Guru-guru lain ( guru mata pelajaran dan guru praktik) serta wali kelas sebagai
penanggung jawab dan tenaga ahli dalam mata pelajaran, program latihan atau
kelas masing-masing.
e)
Orang tua sebagai penanggung jawab utama peserta didik dalam arti yang
seluas-luasnya.
f)
Ahli-ahli lain dalam bidang nonbimbingan dan nonpengajaran/latihan (seperti :
dokter, psikolog, psikiater) sebagai subjek alih tangan kasus.
g)
Sesama peserta didik sebagai kelompok subjek yang potensial untuk
diselenggarakannya bimbingan sebaya.
E. Program
Setiap organisasi memerlukan
program yang berisi serangkaian kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Contohnya, sebuah perusahaan ingin mencapai angka penjualan kendaraan hingga
1000 unit per tahun, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut disusunlah
berbagai macam agenda dan kegiatan. Program yang ada merupakan hasil dari
perencanaan, sehingga dikatakan bahwa program yang baik dihasilkan dari
perencanaan yang baik. Begitu juga halnya dalam bimbingan dan konseling.
Program Bimbingan dan Konseling merupakan isi keseluruhan organisasi bimbingan
dan konseling di sekolah. Program-program ini perlu disusun dengan
memperhatikan pola umum bimbingan dan konseling dan berbagai kondisi yang
terdapat di lapangan (Prayitno, 1997:52).
Kegiatan bimbingan dan
konseling yang dilaksanakan di sekolah tidaklah dipilih secara acak, namun
melalui pertimbangan yang matang dan terpadukamn dalam program pelayanan.
Menurut Prayitno (1997: 54), program bimbingan dan konseling hendaknya:
1. Berdasarkan kebutuhan bagi pengembangan
peserta didik yang sesuai dengan kondisi pribadinya, serta jenjang dan jenis
pekerjaannya.
2. Lengkap dan menyeluruh, memuat segenap
fungsi bimbingan, meliputi semua jenis layanan dan kegiatan pendukung, serta
menjamin terpenuhinya prinsip dan asas bimbingan dan konseling.
3. Ssistematik, dalam arti program disusun
menurut urutsa logis, tersinkronisasi dengan menghindari tumpang tindih yang
tidak perlu, serta dibagi-bagi secara logis.
4. Terbuka dan luwes sehingga mudah menerima
masukan untuk pengembangan dan peneympurnaannya, tanpa harus merombak program
itu secara menyeluruh.
5. Mmeungkinkan kerja sama dengan semua pihak
yang terkait dalam rangka sebesar-besarnya memanfaatkan berbagai sumber dan
kemudahan yang tersedia bagi kelancaran dan keberhasilan pelayanan bimbingan
dan konseling.
6. Memungkinkan diselenggarakannya
penilaian dan tindak lanjut untuk penyempurnaan program pada khususnya, dan
peningkatan keefektifan dan keefisienan penyelenggaraan program bimbingan dan
konseling pada umumnya.
F. Fasilitas
fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat mempermudah
upaya dan memperlancar kerja dalam rangka mencapai suatu tujuan. Fasilitas juga
merupakan faktor penting dalam mencapai tujuan. Fasilitas yang baik akan
memudahkan dan memperlancar kinerja, begitu juga sebaliknya. Contohnya secara
umum sebuah perusahaan ingin membuat desain kendaraan bermotor, oleh sebab itu
perusahaan tersebut akan membutuhkan fasilitas-fasilitas yang terkait dengan
pengerjaan desain tersebut. Namun sangat disayangkan jika ada personalia yang
menjadikan kurangnya fasilitas sebagai alasan untuk tidak bekerja. Kekurangan
fasilitas yang ada hendaknya disikapi secara bijak dan kreatif oleh personalia.
Fasilitas yang diperlukan sebagai
penunjang pelayanan bimbingan dan konseling meliputi sarana dan prasarana.
G.
Akuntabilitas Program
Istilah akuntabilitas berasal
dari istilah dalam bahasa Inggris “accountability” yang
berarti pertanggunganjawab atau keadaan untuk dipertanggungjawabkan atau
keadaan untuk diminta pertanggunganjawaban. A Muri Yusuf (dalam Amirah
Diniaty, 2012:89), menjelaskan akuntabilitas tidak sama dengan responsibilitas.
Akuntabilitas lebih mengacu pada pertanggung jawaban keberhasilan atau
kegagagalan pencapaian misi organisasi, sedangkan responsibilitas berhubungan
dengan kewajiban melaksanakan wewenang atau amanah yang akan diterima.
Akuntabilitas mempertanggung jawabkan pelaksanaan wewenang atau amanah
tersebut.
Akuntabilitas berkaitan dengan
pelaksanaan evaluasi (penilaian) mengenai standard pelaksanaan kegiatan, apakah
standar yang dibuat sudah tepat dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, dan
apabila dirasa sudah tepat, manajemen memiliki tanggung jawab untuk
mengimplementasikan standard-standard tersebut. Akuntabilitas juga merupakan
instrumen untuk kegiatan kontrol terutama dalam pencapaian hasil pada
pelayanan. Dalam hubungan ini, diperlukan evaluasi kinerja yang dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana pencapaian hasil serta cara-cara yang digunakan untuk
mencapai semua itu. Pengendalian (control)
sebagai bagian penting dalam manajemen yang baik adalah hal yang saling
menunjang dengan akuntabilitas. Dengan
kata lain pengendalian tidak dapat berjalan efisien dan efektif bila tidak
ditunjang dengan mekanisme akuntabilitas yang baik demikian juga sebaliknya.
Media akuntabilitas yang memadai dapat berbentuk laporan yang dapat
mengekspresikan pencapaian tujuan melalui pengelolaan sumber daya suatu
organisasi, karena pencapaian tujuan merupakan salah satu ukuran kinerja
individu maupun unit organisasi
H. Kepengawasan
Robert J. Mockler dalam
T. Hani Handoko (1996: 360), mengemukakan bahwa pengawasan manajemen adalah
suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan
perencanaan, merancang sistem umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan
untuk menjamin bahwa semua sumber daya diperlukan dengan cara paling efektif
dan efisien dalam pencapaian tujuan
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk
menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang
akan dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan
secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas
yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana
pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana
kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi
dalam pelaksanaan kerja tersebut.
I. Pengembangan
Munandir (2001: 268) menyatakan bahwa pengembangan
merupakan berbagai cara atau pendekatan yang bertujuan untuk menciptakan situasi agar guru dan staf sekolah
lainnya meningkatkan kompetensi dan keterampilannya serta tumbuh secara
profesional selama berdinas
Pengembangan pelayanan
bimbingan dan konseling memang banyak tergantung pada organisasi, program,
prasarana dan sarana yang tersedia, namun peranan tenaga manusianya adalah yang
paling utama. Seluruh personil sekolah dipersyaratkan untuk bahu membahu
sepenuhnya bagi terselenggaranya pelayanan bimbingan dan konseling secara baik
di setiap satuan pendidikan. Guru pembimbing sebagai petugas utama dan inti
serta ahli dalam pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kewajiban untyuk
mencurahkan seluruh perhatian dan upaya demi suksesnya misi yang diembannya,
yaitu pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Pengembangan dapat dilaksanakan melalui:
1. Kerjasama antar guru
pembimbing
2. Kerjasama antar
personil sekolah
3. Kegiatan pengawasan
oleh pangawas sekolah bidang bimbingan dan konseling
4. Pengembangan
fasilitas layanan
5. Pertemuan kesejawatan
profesional (MGP), penataran, lokakarya, pertemuan ilmiah, keikutsertaan dalam
organisasi profesi BK (ABKIN) dan studi lanjutan
J. Permasalahan Manajemen dan Solusi
Dalam manajemen umumnya akan
berhadapan dengan permasalahan. Dari beberapa personalia dengan ide-ide yang
berbeda mungkin dapat menimbulkan pertentangan dan ketidak sesuaian, fasilitas
yang kurang memadai akan menimbulkan permasalahan, masalah komunikasi sesama
personalia, masalah yang disebabkan kurangnya kompetensi, dan lain sebagainya.
Proses penyelesaian masalah
manajemen menurut James A.F. Stoner (1996), sebagai berikut:
Kembangkan alternatif:
Cari alternatif
yang kreatif
Evaluasi alternatif
dan pilih yang terbaik
Laksanakan dan adakan
tindak lanjut:
-Rencanakan pelaksanaan
-Laksanakan rencana
-Monitor pelaksanaan dan adakan
penyesuaian seperlunya
Selidiki situasi:
-Tentukan personal
-Kenali tujuan-tujuan keputusan
-Diagnosa sebab akibat
Diantara masalah yang timbul berkaitan dengan konsep
pengelolaan dan manajemen bimbingan dan konseling
adalah:
1. Dalam hal penempatan
personalia, masih ada di beberapa sekolah guru pembimbingnya berasal dari
jurusan lain, akibatnya guru pembimbing tidak mengetahui apa yang akan
dilakukan.
2. Masih kurangnya pengetahuan
dan wawasan guru pembimbing dalam melaksanakan tugasnya seperti membuat program
maupun melaksanakan program
3. Masih adanya
ketimpangan antara jumlah guru pembimbing dengan jumlah siswa asuh, akibatnya
guru pembimbing tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya
4. Masih kurangnya pengetahuan
guru mata pelajaran, kepala sekolah dan siswa mengenai peran bimbingan dan
konseling
Solusi yang dapat diberikan berkaitan dengan
permasalahan konsep pengelolaan dan manajemen ini adalah:
1. Guru pembimbing harus
berasal dari jurusan BK agar guru pembimbing tersebut tahu tugas dan tannggung
jawabnya
2. Dilakukan pelatihan dan
pengembangan kompetensi
3. Agar Guru pembimbing
dapat bekerja dengan hasil yang maksimal, maka sesuaikan jumlah guru pembimbing
dengan jumlah siswa asuh
4. Dapat mengadakan
orientasi/memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada pihak-pihak
tersebut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar